Friday, June 3, 2011

Akhirnya, Kita Asing Kembali...

Hidup ni, memang diciptakan berpasangan. Kaki, tangan, mata, telinga. Namun, dalam yang satu itu, ada satu yang kita harus mencari pasangannya; hati.

Hati.

Minggu ini sahaja, dua berita cukup nak buat hati tersentak dan buat hati aku yang sekeping ini terfikir, kalau inilah ujian untuk aku maka biarlah masa berlalu dengan laju. Selajunya. Kerana aku percaya, masa ada pengubat paling mujarab, paling berkesan dan paling sempurna.

Masa.

Namun tuhan tidak akan dan ttidak pernah akan menguji manusia di luar batas mampu. Apa yang kita telan, adalah apa yang kita upaya. Apa yang kita tahan, adalah apa yang kita terdaya. 

Walau kadang kala kita rasa oh tuhan aku belum tentu mampu atau aku tidak tertanggung, namun kita tetap dan terus bertatih perlahan. Walau kita terkadang bertanya mengapa aku, namun dalam sepi soalan itu, kita terus telan dan mencuba. Kita adalah manusia. Kita lupa. Kita lemah. Kita bukan sesiapa tanpa Dia. Namun dari jauh satu sudut percaya, yakinlah, ujian ini adalah yang terbaik dan sebaiknya.

Berbalik pada asingnya kita satu hari nanti. Inilah dua berita cukup untuk mencarik luka nan satu namun aku percaya hikmahnya tetap ada. Cuma jika aku, jika aku, oh tuhan mohon ku, doaku bukan aku.

Kita boleh berjumpa, dan seterusnya kita jatuh cinta. Telah Allah tetapkan Adam, Hawa pasangannya. Telah Allah tetapkan Yusuf, Zulaikha cintanya. Telah Allah tetapkan Muhammad nan agung, Khadijah temannya.

Kita hanya mengambil sedetik mengenali. Oh cliche bukan bila kita harus mengambil seumur hidup untuk melupakan?

Tapi itulah yang berlaku.

Kau dan aku dan kita; aku ambil contoh kau dan aku bukanlah sebenar-benarnya aku. Kau dan aku asing mulanya. Akhirnya, kita berjumpa dan bersatu maka asing itu menjadi satu istilah indah nan mulia, suami dan isteri.

Dan mengapa dengan satu lafaz; seumur hidup kita menjadi asing kembali?

---

Ini kisah dua. Pada aku kisah lebih buat aku sepanjang hari jadi kurang keruan. Meski bukan aku. Meski bukan, namun hakikatnya, hati dan perasaan wanita, ada satu networking yang luas jalur lebarnya. 

Hati wanita.

Juga kita bermula asing. Berkenalan. Dan kini kita asing semula, dalam dua suasana berbeza. Kau di sana, dan aku masih kekal di sini, menangisi. Kau di sana, dan aku di sini. Di sini yang di sini.

"Kak Huda, normal blood pressure manusia berapa?"
"120/80,"
"Atas ke bawah?"
"Atas, systolic 120. Bawah, diastolic 80,"
"Erm, heart rate?"
"Kalau tak silap 60-100,"
"Kak Huda, dopamine tu apa?"
"Give me a second, I'll find that for you. Just wait,"

Aku bukanlah manusia ada segala macam ilmu dalam dada. Namun berkata tidak sebelum mencari adalah satu pantang yang aku pegang. Never say I-don't-know until the question is a dead end.

Dopamine; something has to do with nerve impulses and heart attack and blood flow due trauma. That word that lead me to another question of why should she asked me those questions? It has nothing to do with her study, neither her patient.

Why?

She left me, unanswered.  

Yesterday, she called me again and and she kept on asking the same question.

"Kenapa?"
"He was accident. The only organ that still functioning is his heart,"

Aku boleh dengar ada tangisan di situ dan aku boleh rasa weird feeling; the unpleasant one running through my whole body.

"How's him?"
"Bad. Really bad,"
"Are you okay?"
"The doctor said, they're waiting for his heart beat to get a little weaker and the doctor..."

She stopped to have deep breath. She stopped so she could be a little bit calm. She stopped, so she could be rationale. I know her. I know this what a typical human will do. And this thing I will do too. Stop for a while, gain energy, speak out, release.

This time is real. This is not one of the series of Grey's anatomy. This is real. She is the one that I know have to face this. She isn't the actress to pretend the scene. She's not holding any script to say. This is the dialogue, the reality that she's forced to speak.

"I read the folder. The life support machine. It has three different colours; the systolic, dystolic and I believe the other one is his heart beat. It's too weak,"
"The blood pressure? Heart rate? The dystolic?"
"The dystolic is 30. That's all I remember,"

Now, I was shocked. It was too low. Too low. I'm not a medical student, but I read and it was dangerous.

"The doctor diagnosed with something that the brain.. bleeding... both sides... nothing's functioning now... nothing... except the heart....,"

I let her cry.

"The doctor said... they're waiting...for the heart.... weaker.. then, they decide to... turn off... his life support machine....."

Aku tak tahu nak kata apa dan perkataan yang aku kena avoid adalah sabar. Sebab macam mana pun keadaan dia, of course dia tengah bersabar dan asked her to be more patient is ridiculous. Aku type mesej dan aku delete dan aku taip semula dan aku delete sebab aku tak tahu nak kata apa.

"Aku doakan yang terbaik untuk kau,"
"Doakan aku, dia,"
"Of course I do. You're my friend,"

Maka seharian aku tersenyap dan berfikir. Inilah kehidupan. Kita tak pernah tahu apa yang akan berlaku dihadapan. Kita tidak pernah akan tahu bila kita kehilangan. Kita sendiri tidak tahu kita kehilangan atau kita sendiri yang hilang. Kita tidak pernah boleh menjangkakan sesuatu sedih, macam ni, unexpected thing to happen.

Kita hanya mampu dan boleh untuk berusaha dan berdoa.

This is life.

One message received.

"Dia dah tak ada,"

Honestly, I didn't know what to say because if I were her, I don't know how... to live at this moment.

"I've been thinking of you the whole day. Kita doakan dia. And for you, Insyallah. Insyallah, time will heal. It will. It always does,"

---







Kita tidak pernah tahu bila dan bagaimana, kita asing semula...

No comments: